Ir. R. Soewito Danoenegoro
Mengindonesiakan Warisan Pemerintah Kolonial
Ir. Soewito Danunegoro tokoh yang berjasa melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan jasa konstruksi peninggalan Belanda di Indonesia lahir di Solo tanggal 5 Mei 1909. la meraih gelar insinyur di Technische Hogeschool Bandung pada 1934.
Setelah lulus ia mulai bekerja di wilayah Surakarta. Pada 1946, ia telah dipercaya sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Surakarta. Kesuksesannya dalam melakukan penataan kelembagaan di kota asalnya membuatnya dipromosikan menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Utara (1950 – 1953). Setelah itu karirnya dijalani di Jakarta. Ia menjadi Direktur Djawatan Pekerjaan Umum Jakarta (1953-1957). Setelah itu ia dipercaya menjabat Direktur Jenderal Pekerjaan Umum serta Pembantu Utama II (Sekretaris Jenderal).
Ir. Suwito Danunegoro dikenal memiliki kemampuan yang hebat dalam menata organisasi atau kelembagaan, sesuatu yang menjadi ciri khasnya. Disamping itu ia juga dikenal sebagai teknokrat dan birokrat ulung. Diusia Kementerian Pekerjaan Umum yakni pada sekitar tahun 1946, ia ditugaskan melakukan reorganisasi dinas-dinas Pekerjaan Umum daerah Surakarta, Jawa Tengah. Bakat besar yang dibuktikan dengan keberhasilannya melakukan penataan kelembagaan membuatnya dipercaya membantu Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim untuk melakukan reorganisai Dinas Pekerjaan Umum di wilayah eks Negara Sumatera Utara, Daerah Aceh dan Tapanuli menjadi Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Utara pada tahun 1950-1953. Tak hanya sampai disitu, ia juga bahkan sempat membantu Gubernur Abdul Hakim mendirikan Universitas Sumatera Utara.
Empat tahun kemudian, yaitu sekitar tahun 1957 ia ditarik ke pusat untuk menduduki posisi Direktur Djawatan Pekerjaan Umum. Dalam posisi sebagai Direktur DPU DKI, ia menyelesaikan outline plan Jakarta, yaitu rencana pendahuluan yang meliputi rencana jalan, rencana permukiman, rencana rekreasi, perdagangan dan perindustrian untuk mewujudkan pembangunan yang harmonis, rapi dan selaras.
Prasarana air minum Pejompongan yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum bersama Pemerintah DKI Jakarta juga dikerjakan pada masanya saat ia menjabat sebagai Direktur DPU DKI.
- +Mengindonesiakan Perusahaan Tinggalan Kolonial Belanda
Saat perjuangan untuk mengembalikan Irian Jaya/ Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi, Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang bergerak di Jasa Konstruksi (Biro Konsultan dan Kontraktor).
Dalam pengambilalihan perusahaan-perusahaan asing tersebut, pemerintah menyepakati untuk membayar ganti rugi. Perusahaan listrik dan jasa konstruksi secara formal diberikan Penguasa Perang Pusat (PEPRPU) kepada Menteri Pekerjaan Umum saat itu yaitu Pangeran Muhamad Noor. Atas persetujuan Jenderal Nasution, Menteri Pangeran M Noor membentuk Badan Penguasa, yaitu perusahaan listrik yang dipimpin Ir. Srigati Santoso (lulusan tahun 1938) dan untuk bidang jasa konstruksi dipercayakan kepada Ir. Danunegoro. Selain itu juga dibentuk Badan Pengawasan Perusahaan-perusahaan bekas milik Belanda (BP5B) yang juga diketua Ir. Danunegoro. Selanjutnya BP5B membentuk tim manajemen atas persetujuan Menteri Pekerjaan Umum dan Jenderal Nasution.
Sebagai payung politik nasionalisasi tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 2 Th. 1960 Nasionalisasi, yang mengatur pengalihan kepemilikan perusahaan berstatus milik asing kepada Pemerintah Indonesia. Perusahaan-perusahaan bidang jasa konstruksi milik Belanda dijadikan perusahaan Negara (PN). Beberapa perusahaan yang dimaksud adalah : Hollandse Beton Maatschappij (HBM), Associatie Aannemers Maatschappy, Nedam Aannemers Mij, Ingenegeren Archttecten Bureau serta Yob & Sprei Architecten Bureau. Kelima perusahaan tersebut dikenal sebagai the big five. Lima korporasi bidang infrastruktur yang terbesar dan terkuat dimasa tersebut.
- +Pengantian Nama Korporasi Belanda Menjadi Nama Indonesia
Salah satu pekerjaan awal yang dilakukan Ir. Danunegoro adalah mengganti sesegera mungkin nama-nama perusahaan-perusahaan tersebut agar masyarakat mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda tersebut, kini telah beralih kepemilikannya menjadi milik pemerintah Indonesia. Ir. Danunegoro kemudian “mengotak-atik” beberapa nama dan menciptakan tercipta nama-nama baru yang huruf pertamanya sama dengan huruf pertama nama perusahaan Belanda sebelumnya. Ini adalah buah pemikiran yang jenius, tak hanya menarik.
- Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) diubahnya menjadi Hutama Karya (PP No. 61/1961),
- Assoatie Aarinemers Maatschappy diganti menjadi Adhi Karya (PP No. 65/1961),
- Nedam Aannemers Mij dialih namakan menjadi Nindya Karya (PP No. 59/1961),
- Ingenegeren Architecten Bureaudi beri nama baru Indah Karya,
- NV Job & Sprei Architecten Bureau disematkan nama baru yaitu Yodya Karya (1958).
- NV Volker Aanemim Maatschappij menjadi PN Waskita Karya (PP No. 62/1961),
- Naamloze Vennotschop Technische Handel Maatschappij menjadi PN Widjaja Karya (PP No. 64/1961).
Di depan nama-nama baru tersebut ditambahkan PN atau Perusahaan Negara atau yang sekarang dikenal dengan istilah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Mungkin saja para karyawan dan pejabat di sejumlah BUMN di atas banyak yang tidak mengetahui sejarah pemberian nama perusahan tempat mereka bekerja sekarang, dan tidak tahu bahwa nama-nama perusahaan milik negara di atas merupakan hasil karya Ir. Danunegoro. Dalam perjalanannya, Prof., Ir. Roosseno ditugaskan mengambil alih Yob & Sprei Architecten Bureau dan Suyono Sosrodarsono ditunjuk sebagai wakilnya.
Ada dua perusahaan kontraktor BUMN yang namanya tidak menggunakan “Karya”, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut bukan hasil nasionalisasi perusahaan Belanda, tetapi didirikan oleh Pemerintah Indonesia sendiri. Perusahaan pertama yang dimaksud adalah PT Pembangunan Perumahan (PP) yang didirikan oleh salah satu Bank Pemerintah yaitu Bapindo yang pada awal pendiriannya direncanakan sebagai developer sekaligus kontraktor untuk mengembangkan sektor perumahan. Sejalan dengan perkembangan perusahaan dan tantangan bisnis di bidang konstruksi, PP kemudian tidak hanya menangani sektor perumahan tetapi juga berkembang menjadi “Pembangunan Pengairan” dan “Pembangunan Prasarana”.
Perusahaan Kedua adalah PT Brantas Abipraya yang awalnya merupakan unit pelaksanaan Badan Pelaksana Proyek Induk Kali Berantas. Pekerjaan pelaksanaan (construction) pengembangan Kali Berantas tidak dilakukan dengan outsourcing tetapi dengan cara force account (swakelola). Setelah tugas pokok Badan Pelaksana tersebut dianggap selesai, unit (Kelompok Kerja) pelaksanaan yang memiliki tenaga kerja berpengalaman kerja cukup intensif serta memiliki banyak aset berupa alat-alat berat dijadikan perusahaan kontraktor BUMN baru dengan nama PT Brantas Abipraya.
Upaya penamaan sejumlah korporat asing menggunakan kosakata Indonesia tentu saja tidak bisa hanya diartikan sebagai sebuah proses nasionalisasi, tetapi harus dilihat lebih penting dari sekedar hal tersebut. Tindakan itu juga menandai kemampuan profesional bangsa di bidang pengembangan infrastruktur yang tidak kalah dibanding negara-negara maju. Lebih dari itu, keberadaan perusahaan-perusahaan bidang konstruksi tersebut sekaligus merupakan penegasan bahwa bangsa Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam semua hal yang berkaitan dengan konstruksi, infrastruktur dan pembangunan.
- +Ir. R. Soewito Danoenegoro
- Kepala Dinas Pekerjaan Umum Surakarta (1946-1950)
- Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Utara (1950-1953)
- Direktur Djawatan Pekerjaan Umum Jakarta (1953-1957)
- Direktur Jenderal Pekerjaan Umum sekaligus Pembantu Utama I (Sekjen) (1961)
- Anggota Dewan Asian Games dari Kementerian Pekerjaan Umum (1960-1962)
- Salah satu pendiri Universitas Sumatera Utara (1950an)
- Ketua Badan Penguasa Jasa Konstruksi sekaligus Direktur Utama Badan Pimpinan Umum (BPU) PN Perusahaan Bangunan Negara (1961), menasionalisasi perusahaan Belanda. Antara lain PN Hutama Karya, PN Adhi Karya, PN Nindya Karya, PN Waskita Karya, PN Widjaja Karya, PN Indah Karya dan PN Yodya Karya.
- Ketua Badan Pengawasan Perusahaan – perusahaan Bekas Milik Belanda (BP5B)
- Ketua Tim Pembentukan Adhi Karya menjadi Persero (1972)
- Salah satu pendiri AKI (Asosiasi Kontraktor Indonesia).
Video Conference
![]() |
1:1 Video Chat |
![]() |
Broadcast |
Agenda ALSI
Tokoh Sipil ITB & Indonesia
Ir. Bigman Marihat Hutapea, M.Sc., Ph.D.(Dosen Teknik Sipil ITB)
Jangan Sampai Praktisi Kita Jadi Penonton Di Rumah Sendiri! Empat…
Ir. I Wayan Sengara, MSCE, Ph.D. (Dosen Teknik Sipil ITB)
Halangan Bukan Alasan Untuk Menyerah! Adalah sosok-sosok…
Ir. Iwan Kridasantausa, M.Sc., Ph.D. (Dosen Teknik Sipil ITB)
Kenyataan bahwa teknik sipil akan terus berkembang di masa depan…